STUDI KEANEKARAGAMAN, KEMERATAAN, DAN KEKAYAAN SERANGGA MALAM BERDASARKAN JAM BIOLOGISNYA DI KAWASAN HUTAN PANTAI TRIANGULASI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO BANYUWANGI




LAPORAN KKL
Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Ekologi
yang dibina oleh Bapak Dr. Hadi Suwono, M.Si. dan Ibu Dr. Vivi Novianti, M.Si




Oleh
Kelompok 1 / Offering A/2015
1.          Aushofusy Syarifah Agustin   (150341606815)
2.          Gissa Adela P.W.                    (150341600860)
3.          Lelly Luckita Sari                   (150341600339)
4.          M. Taufik Aji Fahruli              (150341602764)
5.          Nor Azizah                              (150341600287)
6.          Rido Sigit Wicaksono             (150341603332)
7.          Sti Nurhalizah                         (150341607130)





The Learning University







UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI BIOLOGI
April 2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Taman Nasional Alas Purwo merupakan suatu kawasan pelestarian alam di Indonesia yang terletak di kecamatan Tegaldelimo dan kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi.  Secara geografis terletak di ujung timur pulau jawa wilayah pantai selatan antara 8o25’ - 8o47’ LS, 114o20’- 114o36’ BT. Taman Nasional Alas Purwo ditetapkan sebagai Taman Nasional sejak tahun 1993 dengan luas wilayah sekitar 43.420 ha yang terdiri dari beberapa zonasi yaitu: zona inti (sanctuary zone), seluas 17.200 ha, zona rimba (wilderness zone) seluas 24.767 ha, zona pemanfaatan  intensive use zone)seluas 250 ha, zona penyangga (buffer zone) seluas1.203 ha.Taman Nasional Alas Purwo merupakan kawasan konservasi yang dikelola oleh Balai Taman Nasional Alas Purwo. Ketetapan ini berdasarkan surat keputusan menteri kehutanan No. 283/kpts-IU 1992 tanggal 26 februari 1999.
Kawasan Taman Nasional Alas Purwo merupakan kawasan hutan tropic yang didalamnya terdapat terdapat vegetasi hutan yang lengkap, yaitu hutan vegetasi pantai, hutan vegetasi rawa, hutan vegetasi tanaman produktif, dan hutan bambu. Dilihat dari fisiognomi vegetasinya, hutan mangrove maupun hutan heterogen memiliki kanopi yang lebat hingga cahaya matahari tidak sampai ke dasar hutan. Hal ini akan berpengaruh juga terhadap hewan yang hidup didalamnya. Irawan (1999) menyatakan hal ini hampir sama bahwa di daerah yang keanekaragaman spesiesnya tmbuh tinggi terdapat jumlah spesies hewan yang tinggi pula. Hal ini disebabkan adanya interaksi antara hewan dengan tumbuhan sebagai bagian dalam suatu ekosistem yang ada.
Keanekaragaman hewan yang paling tinggi dimiliki oleh serangga. Keanekargaman serangga dapat disebabkan oleh adanya keanekaragaman Sumber Daya Alam seperti sumber makanan dan topografi alam. Penelitian mengenai keanekaragaman serangga dapat bermanfaat untuk proses pelestarian lingkungan. Oleh karena itu, perlu diadakannya studi mengenai keanekaragaman serangga, khususnya serangga malam di Hutan Pantai Taman Nasional Alas Purwo.
Menurut Widagdo (2002) serangga malam merupakan hewan nokturnal yaitu hewan yang beraktivitas pada malam hari dengan menggunakan sebagian besar hidupnya tanpa cahaya matahari. Untuk itu sudah tentu serangga malam memiliki mekanisme tertentu untuk bisa bertahan hidup dan berkembang biak.
Berdasarkan uraian di atas, fenomena stratifikasi vegetasi hutan pantai yang berhubungan dengan keberadaan komunitas serangga menarik untuk dikaji. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam rangka pelaksanaan KKL Ekologi maka diadakan observasi dengan judul Studi Keanekaragaman, Kemerataan, Dan Kekayaan Serangga Malam Berdasarkan Jam Biologisnya Di Kawasan Hutan Pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi”.

1.2         Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas berikut rumusan masalah dalam penelitian ini.
1.      Bagaimana jenis-jenis serangga malam di kawasan hutan pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi?
2.      Bagaimana keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan jenis serangga malam di kawasan hutan pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi
3.      Bagaimana waktu aktif serangga malam di kawasan hutan pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi
4.      Spesies apakah yang paling dominan pada tiap-tiap waktu pengambilan sampel serangga malam di kawasan hutan pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi.

1.3         Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas berikut tujuan penelitian ini.
1.        Untuk mengetahui jenis-jenis serangga malam di kawasan hutan pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi.
2.             Untuk mengetahui keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan jenis serangga malam di kawasan hutan pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi
3.             Untuk mengetahui waktu aktif serangga malam di kawasan hutan pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi
4.             Untuk mengetahui spesies apakah yang paling dominan pada tiap-tiap waktu pengambilan sampel serangga malam di kawasan hutan pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi.

1.4         Ruang lingkup
Berasarkan judul dan tujuan dari penelitian ini, maka ruang lingkup dalam penelitian ini sebagai berikut.
1.             Subyek penelitian adalah hewan serangga malam yang terdapat di kawasan Hutan Pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo
2.             Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini hanya mengamati jenis/ spesies serangga malam, keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan tiap-tiap spesies untuk masing-masing waktu berbeda serta mengidentifikasi spesies serangga malam yang terdapat di kawasan Hutan Pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo.
3.             Pengamatan dilakukan pada rentang waktu yang berbeda, yaitu setiap dua jam antara pukul 18.30-.00- 00.30 WIB.

1.5         Definisi Operasional
1.      Serangga (disebut pula Insecta) adalah kelompok utama dari hewan beruas (Arthropoda) yang bertungkai enam (tiga pasang); karena itulah mereka disebut pula Hexapoda (dari bahasa Yunani, berarti "berkaki enam") (Dharmawan, dkk., 2005)
2.      Keanekaragaman hayati atau biodiversitas (Bahasa Inggris: biodiversity) adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya (Dharmawan, dkk., 2005)
3.      Kemerataan adalah cacah individu masing-masing spesies dalam unit komunitas (Dharmawan, dkk., 2005)
4.      Kekayaan adalah jumlah spesies penyusun komunitas (Dharmawan, dkk., 2005)


 

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1.   Taman Nasional Alas Purwo
Berdasarkan Administratif Pemerintahan, Taman Nasional (TN) Alas Purwo terletak di Kecamatan Tegaldelimo dan Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi. Secara geografis terletak di ujung timur Jawa wilayah pantai selatan antara 8o26’ 45 – 8o47’00 LS dan 114o20’16 – 114o36’00 BT. Taman Nasional Alas Purwo memiliki luas wilayah sekitar 43.420 ha yang terdiri dari beberapa zonasi yaitu: zona inti (sanctuary zone), seluas 17.200 ha, zona rimba (wilderness zone) seluas 24.767 ha, zona pemanfaatan  intensive use zone)seluas 250 ha, serta zona penyangga (buffer zone) seluas1.203 ha. Taman Nasional (TN) Alas Purwo memiliki rata-rata curah hujan 1000-1500 mm per tahun dengan dengan temperature 22-13oC, dengan kelembaban udara 40,85 %. Wilayah Taman Nasional Alas Purwo sebelah barat menerima curah hujan lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah timur (Irawan,1999).
Dalam keadaan biasa, musim di Taman Nasional (TN) Alas Purwo pada bulan april sampai oktober adalah musim kemarau dan bulan oktober sampai april adalah musim penghujan. Secara umum, kawasan Taman Nasional (TN) Alas Purwo mempunyai ciri-ciri topografi datar, bergelombang ringan sampai berat dengan puncak tertinggi Gunung Lingga Manis (322 mdpl). Keadaan tanah hampir keseluruhan merupakan jenis tanah liat berpasir dan sebagian kecil berupa tanah lempeng. Sungai di kawasan Taman Nasional (TN) Alas Purwo umumnya dangkal dan pendek. Sungai yang mengalir sepanjang tahun hanya tercatat di bagian barat Taman Nasional (TN) Alas Purwo yaitu Sungai Segoro Anakan dan Sunglon Ombo (Irawan,1999).
2.2.   Morfologi Serangga
Serangga tergolong dalam filum Arthropoda, sub filum Mandibulata, kelas Insekta. Insekta memiliki eksoskeleton yang berfungsi melindungi organ-organ dalam. Eksoskeleton berupa kutikula yang terdiri atas zat khitin dan terbagi menjadi segmen-segmen. Antara segmen yang satu dengan yang lain terdapat sutura yaitu bagian yang lunak, dan yang berfungsi untuk memudahkan pergerakan abdomen, sayap, kaki, antenna, dll. Sayap segmen tersusun dari potongan-potongan terpisah yang dikenal sebagai sklerit. Beberapa sklerit segmen khusus tidak dapat dibedakan sehingga sutura tidak berfungsi lagi. Kepala pada dasarnya terdiri atas 6 segmen yang berfusi.eksoskeleton kepala dikenal sebagai epicranium yang terletak disebelah belakang, merupakan daerah diantara dan dibelakang mata. Genea merupakan bagian yang terletak di kedua sisi lateral kepala bagian depan. Sedangkan sklerit empat persegi panjang yang terletak di bawah epicranium disebut sebagai clypeus (Dharmawan, 2005)
Pada kedua sisi kepala terdapat mata majemuk. Mata majemuk dilindungi oleh bagian transparan dari kutikula yaitu kornea, dimana terbagi menjadi sejumlah besar potongan terbentuk segi enam yang disebut sebagai facet. Selain mata majemuk serangga juga mempunyai mata sederhana atau ocellus (ocelli). Selain mata juga terdapat sepasang antena (Dharmawan, 2005)
 Bagian-bagian mulut yang berfungsi untuk menggigit yang sering disebut sebagai tipe penggigit disebut tipe mandibularis, yang terdiri atas: (a) Bibir atas atau labrum yang menggantung dibawah clypeus, (b) Lidah yang terletak disebelah median dibelakang mulut berupa hypopharynx, (c) Dua rahang lateral yang disebut mandibulla yang masing-masing mempunyai gigi sebelah dalam untuk memotong makanan, Sepasang maxillae dengan bagian-bagian yang mempunyai bagian yang gilig, yang berfungsi sebagai alat sensoris dan disebut sebagai palpus maxillaris, (e) Bibir bawah atau labium yuang mempunyai palpus labialis yang pendek (Dharmawan, 2005)
Thorax terdiri atas 3 segmen yaitu prothorax, mesothorax, dan metathorax. Tiap-tiap segmen tertutup oleh eksoskeleton, di bagian dorsal disebut tergum, disisi lateraldisebut pleura, dan dibagian ventral disebut sternum (Kastawi, 2003). Masing-masing kaki  terdiri atas buku: (a) Buku pendek coxa, yang melekat pada tubuh, (b) Buku kecil yang disebut trochanter yang bersenyawa dengan bagian, (c) Buku paha atau femur, (d) Bukubulat kecilpanjang disebut tibia, (e) Buku tarsus, yang terdiri atas tiga bagian, proksimal pada bagian ventralnya mengandung 4 pasang bulu pada bagian ventralis, sedang bagian distal merupakan bagian yang lunak yang disebut pulvinalis yang berakhir dengan kuku kait (Jasin, 1984). Abdomen terdiri dari atas kurang lebih 11 buku dengan beberapa bagian terminal, misalnya genital. Alat pencernaan terdiri atas bagian muka, bagian tengah, dan bagian belakang. Mulut memiliki kelenjar ludah. Jantung berbentuk gilig dan mempunyai anterior aorta tetapi tidak memiliki pembuluh darah kapiler dan vena, coelom teredusir menjadi haeocoel. Respirasi dengan system trachea yang berupa saluran yang berdinding gelang kutikula  dan bercabang-cabang sehingga sampai pada semua bagian tubuh sebelah dalam. Dengan demikian udara yang mengandung oksigen akan sampai pada bagian dalam dan terjadilah proses pengambilan oksigen secara langsung. Alat ekskresi terdiri atas dua atau lebih badan yang membentuk tabung yang disebut dengan buluh malphigi. System saraf terdiri atas ganglion-ganglion pada tiapruas. Seks terpisah yakni ada individu jantan dan ada individu betina. Pembuahan terjadi di dalam tubuh, ova banyak mengandung yolk dan pada fase terakhir akan terbentuk cangkang (Dharmawan, 2005)
2.3 Habitat Serangga
Serangga dapat ditemukan pada hampir semua habitat baik di lingkungan akuatik, semi akuatik, dan di atas atau di bawah tanah (Borror, 1992). Oleh karena itu serangga dikatakan bersifat kosmopolit. Aktivitas serangga sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari dan kemampuan dalam menyerap intensitas cahaya matahari yang berbeda-beda. Beberapa serangga membutuhkan cahaya yang sedikit, sehingga serangga tersebut lebih aktif melakukan aktivitasnya pada malam hari (nocturnal). Namun tidak jarang ada serangga yang membutuhkan banyak dalam melakukan aktivitasnya sehingga lebih aktif pada siang hari (diurnal). Hewan seringkali mengatur aktivitas mereka untuk menghindari dehidrasi sehingga mereka bergerak ke tempat terlindung atau cenderung aktif pada malam hari (Borror, 1992).
Irawan (1990) menyatakan bahwa ada tiga hal yang menunjang suksesnya kehidupan serangga dalam habitatnya, yaitu sebagai berikut.
a.       Serangga mengalami metamorphosis sehingga pada tingkat larva dan dewasa hidup di tempat yang berbeda dengan makanan yang berbeda pula.
b.      Ada beberapa ordo yang memiliki sayap depan menebal menjadi penutup keras sehingg melindungi bagian tubuh yang lunak.
c.       Sebagian ordo memiliki mulut bertipe pengunyah sehingga dapat memakan makanan yang keras.

2.4 Klasifikasi Serangga
Menurut Odum (1993), serangga diklasifikasikan menjadi dua subklas, yaitu Apterygota dan Pterygota. Dasar pengklasifikasian ini adalah pada ada tidaknya sayap. Menurut Kastawi dalam Brawan 1999, dua subclass tersebut ada 33 ordo dan 12 diantaranya ditemukan di Indonesia, yaitu sebagai berikut.
v Ordo Orthoptera
Hewan yang tergolong ordo ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a.    Memiliki ukuran tubuh 4-75 mm
b.    mempunyai dia sayap, sayap depan panjang menyempit dan sayap belakang meleba
c.    Hewan tersebut memiliki tipe mulut penggigit dan pengunyah.
d.    Hewan jantan mempunyai alat penghasil suara yang terletak di dada.
e.    Contoh serangga yang tergolong dalam ordo ini adalah Blatella gertnatica.
v Ordo Dermaptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut,
a.    Tubuh pipih dan berukuran 4-30 mm
b.    Bersifat hemimetabola
c.    Mulut bertipe pengunyah
d.    Tidak bersayap atau dengan 1-2 sayap (sayap depan kecil seperti kulit, sayap belakang seperti selaput, dan melipat di bawah depan bila sedang hinggap)
e.    Hewan jantan mempunyai catut yang kokoh
f.     Aktif pada malam hari (nocturnal)
g.    Contoh spesies dalam ordo ini yaitu Farficula  dan Anisolabis maritime
v Ordo Mecoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini memiliki cirri-ciri sebagai berikut,
a.    Tubuh ramping dengan kuran 1-35 mm
b.    Bersifat holometabola
c.    Mulut bertipe pengunyah
d.    Antenna dan kaki panjang dengan kepala memanjang
e.    Tidak bersayap atau memiliki dua pasang sayap yang panjang, sempit dan berupa membran
f.     Mempunyai organ penjepit yang terletak di ujung posterior abdomen dan organ tersebut menyerupai organ penyengat pada kalajengking
g.    Makanan berupa buah dan serangga yang mati
h.    Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Panorpa rufescens dan Hyloittacus picalis.
v Ordo Plecoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut,
a.    Ukuran tubuh 6-10 mm
b.    Sayap dua pasang, ada yang bersayap panjang dan ada yang bersayap pendek
c.    Antenna panjang, tubuh kunak dan bersifat liemimetabola
d.    Mulut bertipe pengunyah (tetapi tidak berkembang pada saat dewasa)
e.    Nympha bersifat akuatik dan memiliki bekas insang tracheal yang terletak di posterior setiap pasang kaki
f.     Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Allocapnia pygmae dan Cilloperla clio.

v Ordo isoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut,
a.    Ukuran tubuh 6-13 mm
b.    Sayap dua pasang (sayap depan dan belakang memiliki bentuk dan ukuran yang sama)
c.    Tipe mulut penggigit dan pengunyah yang memiliki cerci dua ruas
d.    Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Zootermopsis nevademis dan Termites.
v Ordo Odonata
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut,
a.    Ukuran tubuh 19-75 mm
b.    Bersifat homometabola
c.    Mulut pada hewan dewasa bersifat pengunyah
d.    Memiliki dua pasang sayap berwujud membran
e.    Antenna pendek, kaki dan abdomen panjang dan ramping
f.     Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Macromia magnified dan Dragonflies.
v Ordo Hemiptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut,
a.    Ukuran tubuh 1-66 mm
b.    Antenna panjang, mulut bertipe penghisap yang muncul di depan kepala
c.    Parasit pada hewan vertebrata
d.    Memiliki dua pasang sayap seperti membran
e.    Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Gerris remigis dan Mesove uiamusanti.
v Ordo Trichoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut,
a.    Ukuran tubuh 9-22 mm
b.    Sayap seperti selaput, berambut dan bersisik
c.    Antenna panjang dan ramping
d.    Tipe mulut penggigit
e.    Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Macromemum cebratum.
v Ordo Lepidhoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut,
a.    Ukuran tubuh 3-35 mm
b.    Bersifat holometaboal
c.    Tidak memiliki mandibula, mata besar, memiliki dua pasang sayap yang seperti membran
d.    Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Calpodes ethlius dan Pyrulis frinalis.
v Ordo Coleoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut,
a.    Ukuran tubuh 0,5-125 mm
b.    Sayap depan keras dan tebal menanduk, sedangkan sayap belakang bersifat membranous
c.    Tipe mulut penggigit
d.    Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Adalia bipimctat dan Hydrophillus teriangiilaris.
v Ordo  Hymenoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut,
a.    Ukuran tubuh 5-40 mm
b.    Sayap satu pasang seperti selaput
c.    Bersifat holometabola
d.    Mulut tipe pengunyah atau penghisap
e.    Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Formica sp.

2.5 Keanekaragaman Jenis Serangga
Keanekaragaman jenis merupakan suatu karakteristik dari tingkatan komunitas yang didasarkan pada organisasi biologisnya. Keanekaragaman jenis ini dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitas. Odum (1993) menyatakan bahwa suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan  spesies yang sama atau hampir sama. Sebaliknya jika komunitas itu disusun oleh sedikit spesies yang domonan maka keanekaragaman jenisnya rendah.
Hubungan keeratan antara serangkaian data kelimpahan suatu jenis hasil observasi dengan keanekaragaman maksimum yang mungkin dicapai (richness) dan jumlah spesies dapat menentukan indeks keanekaragamannya. Indeks Shannon-Wiener diperoleh dengan perhitungan spesies darimkedua aspek tersebut dari distribusi individu diantara spesies. Odum (1993) menyatakan bahwa fungsi Shannon atau indeks H’ menggabungkan komponen keanekaragaman (variety) dan komponen kemerataan (eveness) sebagai suatu indeks keanekaragaman secara keseluruhan (over all indeks for diversity).

2.6. Serangga Malam
            Menurut Odum (1993) serangga malam merupakan golongan hewan yang menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk beraktifitas pada malam hari. Sebagai hewan berdarah dingin (poikilotermik) serangga memiliki mekanisme pertahanan diri terhadap suhu yang rendah. Borror, dkk (1992) menjelaskan bahwa beberapa serangga tahan hidup pada suhu-suhu yang rendah ini menyimpan etilen glikol di dalam jaringan tubuh mereka untuk melindungi dari pembekuan.
            Aktifitas serangga malam dalam mencari makan pada malam hari sekaligus merupakan mekanisme yang membantu dalam mempertahankan diri terhadap suhu rendah. Seperti penjelasan Borror, dkk (1992) bahwa pada kebanyakan serangga, aksi urat-urat daging thoraks dalam penerbangannya biasanya meningkatkan suhu tubuh serangga di atas suhu lingkungan tersebut.
2.7.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keanekaragaman
Menurut Krebs (1985) dalam Widagdo (2002) Faktor-faktor yang mempengaruhi keanekaragaman ada enam yang mana satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1.      Faktor waktu
waktu mempengaruhi kematangan suatu komunitas. Selama perubahan waktu suatu organisme akan berkembang dan mengalami proses keanekaragaman menjadi lebih baik. Ditambahkan lagi bahwa keanekaragaman ini merupakan produk evolusi. Di daerah tropis organisme berkembang dan memiliki keanekaragaman lebih tinggi dibandingkan dengan organisme di daerah kutub. Dan komunitas memiliki proses keanekaragaman sepanjang waktu sehingga komunitas yang lebih tua memiliki banyak spesies daripada komunitas yang muda.
2.      Faktor heterogenitas spasial (ruang)
Relief atau topografi atau heterogenitas makrospasial memiliki efek yang besar terhadap keanekaragaman spesies. Wilayah tropis mempunyai kompleksitas lingkungan yang tinggi. Dalam hal ini faktor fisik, komunitas tumbuhan dan hewan sangat heterogen dan sangat cepat mengalami proses keanekaragaman spesies. Di area yang memiliki relief topografi yang tinggi mengandung banyak habitat yang berbeda sehingga berisi banyak spesies.
3.      Faktor kompetisi
Peran kompetisi mempengaruhi kekayaan spesies yang digambarkan melalui hubungan relung antar spesies. Faktor ini sangat penting dalam evolusi karena merupakan persyaratan habitat untuk hewan dan tumbuhan menjadi lebih terbatas dan makanan untuk hewan juga menjadi sedikit. Komunitas di daerah tropis memiliki lebih banyak spesies karena memiliki relung yang kecil dan overlap relung yang tinggi.
4.      Faktor predasi
Predasi dan kompetisi sama-sama mempengaruhi keanekaragaman spesies. Dalam komunitas yang kompleks dan mendukung banyak spesies, interaksi yang dominan adalah predasi, sedangkan dalam komunitas sederhana yang dominan adalah kompetisi. Keberadaan predator dan parasit dapat menekan populasi mangsa sampai pada tingkat yang sangat rendah. Adanya pengurangan kompetisi memungkinkan bertambahnya suatu spesies sehingga akan mendukung munculnya predator baru.
5.      Faktor stabilitas lingkungan
Faktor ini menunjukkan bahwa semakin stabil parameter lingkungan maka spesies yang ada semakin banyak. Adanya kombinasi faktor stabilitas dengan waktu dapat mempengaruhi keanekaragaman.
6.      Faktor produktivitas
Stabilitas dari produksi primer mempunyai pengaruh utama terhadap keanekaragaman spesies dalam komunitas. Semakin besar produktivitasnya maka keanekaragamannya juga semakin besar. Namun tidak selalu benar kalau semakin rendah produktivitasnya maka keanekaragamannya juga semakin rendah. Ada kemungkinan besar bahwa overlap bisa terjadi antar keenam faktor di atas.




BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.   Rancangan penelitian
Penelitian ini tergolong dalam penelitian deskriptif eksploratif serangga malam di hutan pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo diperoleh dengan menggunakan suatu metode jebakan Light Trap, yaitu memanfaatkan sinar lampu dan mika untuk memancing serangga malam.

3.2    Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan praktikum ini dilakukan pada tanggal 20 Maret 2015 tepatnya di hutan pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo. Pemasangan jebakan (lampu dan mika) dilaksanakan pada pukul 18.30-00.30 WIB.

3.3    Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah semua jenis serangga malam yang ada di hutan pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo. Sampel penelitian berupa serangga malam yang diperoleh melalui jebakan light trap yang dipasang pada pukul 18.30 dan diambil setiap dua jam sekali sampai pukul 00.30 WIB.

3.4 Alat dan Bahan
a.    Alat yang digunakan sebagai berikut:
·      Set lightrap
·      Mika bening
·      Kabel roll
·      Lampu (dop) 25 watt
·      Botol film (plakon)
·      Kuas kecil
·      Mikroskop stereo
b.    Bahan yang digunakan sebagai berikut.
·      Tali rafia
·      Larutan formalin atau alkohol
·      Amplop
·      Kertas label

3.5     Prosedur Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.      Memasang kabel, pitting dan lampu yang telah terhubung arus listrik.
2.      Memasang set mika bening lightrap (Pemasangan telah siap pada pukul 16.00 WIB).
3.      Mengamati dan mengambil serangga malam yang terjebak light trap (menggunakan kuas untuk serangga kecil, dan menggunakan tangan untuk serangga yang besar atau yang bersayap rapuh untuk dimasukkan ke dalam amplop) pada pukul 18.30, 21.30, 22.30, dan 00.30 WIB.
4.      Memindahkan specimen dari light trap yang telah berisi serangga yang sudah terjebak ke dalam botol plakon yang telah berisi larutan formalin dengan menggunakan kuas.
5.      Memberikan label/ identitas pada botol plakon.
6.      Melakukan pengamatan di laboratorium biologi menggunakan mikroskop stereo dan kunci determinasi serangga
7.      Melakukan kompilasi data serangga malam yang diperoleh dengan semua kelompok.
8.      Memasukkan data yang diperoleh ke dalam table data light-trap.

3.6  Teknik pengumpulan Data

Tabel Keanekaragaman dan Kemerataan Fauna Tanah di kawasan hutan pantai Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi
No
Taksa
Waktu pengambilan
S
18.30
20.30
22.30
00.30
1






2
3
4






Dst






Total












3.7     Teknik Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan cara sebagai berikut: Indeks keanekaragaman pada masing-masing habitat dihitung dengan cara:
a.         Indeks keanekaragaman Shanon – Wiener

Keterangan: 
Pi = n/N
H’      : Indeks keanekaragaman Shanon – Wiever
ni       : Nilai rata-rata masing-masing spesies
N       : Jumlah total nilai rata-rata spesies dalam sampel
(Ludwig dan Reynolda, 1998 dalam Irawan, 1999)

b.        Selanjutnya menghitung nilai indeks kemerataan (Evennes) dengan rumus:

Keterangan: 
E       : Indeks kemerataan evennes
H’      : Indeks keanekaragaman Shanon – Wiever
S        : Jumlah spesies (n1, n2, n3, …..)
(Ludwig dan Reynolda, 1998 dalam Irawan, 1999)

c.         Selanjutnya dihitung nilai kekayaan dengan menggunakan rumus indek Richness:
Keterangan: 
R       : Indeks Richness
 (Ludwig dan Reynolda, 1998 dalam Irawan, 1999)


BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1    Data Pengamatan
No
Taksa
Jumlah spesimen
18.30
20.30
22.30
00.30
1
Anormenis
2



2
chalciodoidea sp
2



3
Chalcidoidea sp
2



4
Clinidium
2



5
Culex
1



6
Phryganea cinerea

1


7
Genus Dytiscus

1


8

Coccinella prolongata


1


9
Ctenucha virginica

1


10
Tabanus lineola

1


11
Plagodis phlogosaria


1

12
Prenolepis imparis


2

13
Amara aulica


1

14
Cloraspilates bicoloraria



1
15
Oecanthus quadrimaculatus



1
16
Allonemobius

1


17
Parathene sp.



1
18
Parathene sp.

2


19
Parathene sp. (ngengat kuning)

1


20
Diphucephala colaspidoides

1


21
Agromysidae sp
1



22
Mantoida sp
1



23
Scatepsidae sp
1



24
Bibio sp
1



25
Kiodactyla

1


26
Daphniss nerii



1
27
Araneus qiadematus



1
28
Tachytes crassus


6

29
Photuris lucicrescens


1

30
Black scavenger fly


1

31
Diaphania hyalinata



1
32
Depressaria pastinacella



1
33
Trachelus tabidus


1
1
34
Meecta california miranda



1
35
Hylapus modestus


1

36
Helichus lithophillus


1

37
Captotomus interogatus


1

38
Hypanthia cunea



1
39
 Anthophora occidentalis


1

40
  Apanteles thompsoni



1
41
Zarhopalus inquisitor



1
42
Ernobius sp
1
1


43
Philaenus sp
1



44
Cicadellidae sp

1


45
Tipula sp
1



46
Dorcatoma chysomelina

1


47
Chalcidoidea
3
1


48
Auplopus sp

1


49
Ostirinia furnacalis

1


50
Arctonis sp

1


51
Oligotoma sp

7


52
Cuerna sp

4


53
Ostirina sp

1


54
Salma sp

4


55
Chelonus sp.


1

56
Crypsiptya sp.


2

57
Chelonus sp.


1

58
Tibicen sp.



4
59
Cicadellidae sp.



3
60
Synanthedon tipuliformis
1



61
Capnochra fuliginosa
2



62
Crypsiptya coclesalis W.

3


63
Stegobium paniceum
1



64
Paederus sp.


2

65
Gryllus sp.



1
66
Crypsiptya sp.


2
1
67
Eoophyla sp.



1
68
Muscidae sp.



1
69
Scudderia furcdta
1
1


70
Ostrinia nubialis
1
2


71
Tabanus sp
1



72
Phygadeuon sp
1



73
Chalcidoidea sp
2
9


74
Tipula sp

1


75
Salma sp.

1
1

76
Eoophyla sp.



1
77
Pteromalus sp.


5

78
Gryllus sp.



1
79
Asaphes sp.


6

80
Chalcidoidea sp.
2
1


81
Ostrinia sp.
1
2


82
Blatella germanica
1



83
Lathrobium argulare

1


84
Encyrtidae sp.

1


85
Parotis athysanota

1



4.2  Analisis Data
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, dilakukan analisis mengenai indeks keanekaragaman (H’), kemerataan (E), dan kekayaan (R), dari spesies serangga malam di Hutan Pantai Taman Nasional Alas Purwo.

Grafik 4.1. Grafik Indeks Keanekaragaman Serangga Malam Di Hutan Pantai Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi


Grafik 4.2. Grafik Indeks Kemerataan Serangga Malam Di Hutan Pantai Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi

Grafik 4.3.  Grafik Indeks Kekayaan Serangga Malam Di Hutan Pantai Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi




BAB V
PEMBAHASAN
5.1         Jenis-Jenis Seranga Malam Di Kawasan Hutan Pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi
Serangga malam yang ditemukan di hutan pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi terdiri dari banyak spesies yang berasal dari genus yang bervariasi antara lain Anormenis, chalciodoidea sp, Chalcidoidea sp, Clinidium, Culex, Phryganea cinerea, Genus Dytiscus, Coccinella prolongata, Ctenucha virginica, Tabanus lineola, Plagodis phlogosaria, Prenolepis impairs, Amara aulica, Cloraspilates bicoloraria, Oecanthus quadrimaculatus, Allonemobius, Parathene sp., Parathene sp., Parathene sp. (ngengat kuning), Diphucephala colaspidoides, Agromysidae sp., Mantoida sp., Scatepsidae sp., Bibio sp., Kiodactyla, Daphniss nerii, Araneus qiadematus, Tachytes crassus, Photuris lucicrescens, Black scavenger fly, Diaphania hyalinata, Depressaria pastinacella, Trachelus tabidus, Meecta california miranda, Hylapus modestus, Helichus lithophillus, Captotomus interogatus, Hypanthia cunea, Anthophora occidentalis, Apanteles thompsoni, Zarhopalus inquisitor, Ernobius sp., Philaenus sp., Cicadellidae sp, Tipula sp., Dorcatoma chysomelina, Chalcidoidea, Auplopus sp., Ostirinia furnacalis, Arctonis sp., Oligotoma sp,. Cuerna sp,. Ostirina sp,. Salma sp,. Chelonus sp., Crypsiptya sp., Chelonus sp., Tibicen sp., Cicadellidae sp., Synanthedon tipuliformis, Capnochra fuliginosa, Crypsiptya coclesalis W., Stegobium paniceum, Paederus sp., Gryllus sp., Crypsiptya sp., Eoophyla sp., Muscidae sp., Scudderia furcdta, Ostrinia nubialis,Tabanus sp., Phygadeuon sp, Chalcidoidea sp., Tipula sp., Salma sp., Eoophyla sp., Pteromalus sp., Gryllus sp., Asaphes sp., Chalcidoidea sp., Ostrinia sp., Blatella germanica, Lathrobium argulare, Encyrtidae sp., Parotis athysanota.
Banyaknya jenis serangga malam yang ditemukan di hutan pantai Triangulasi taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi tersebut tidak terlepas dari kondisi lingkungan yang ada, baik itu berupa faktor abiotik maupun faktor biotik. Faktor abiotik, meliputi suhu, kelembaban, pH, dan juga cahaya. Sedangkan faktor biotik bisa berupa sumber makanan baik itu tumbuhan maupun serangga yang lain. Menurut penjelasan Ewusie (1990) dalam Widagdo (2002) daerah yang keanekaragaman spesies tumbuhannya besar  maka spesies hewannya juga besar. Jadi jelaslah bila jenis serangga malam yang ditemukan di hutan pantai Triangulasi taman Nasional Alas Purwo begitu banyak. Karena dikawasan tersebut memang merupakan hutan tropik yang menampung banyak spesies tumbuhan.
5.2         Keanekaragaman, Kemerataan, dan Kekayaan Serangga Malam di Kawasan Hutan Pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi
Berdasarkan hasil analisis data tentang keanekaragaman serangga malam, diperoleh kecenderungan rata-rata nilai indeks keanekaragaman yang hampir sama pada keempat waktu pengambilan sampel, yaitu pada pukul 18.30 WIB, 20.30 WIB, 22.30 WIB dan 00.30 WIB. Pengambilan sampel pukul 18.30 WIB diperoleh indeks keanekaragaman sebesar 3,208526051, pengambilan pukul 20.30 WIB diperoleh indeks sebesar 3,131797459, pengambilan pukul 22.30 WIB diperoleh indeks sebesar 2,662445463 Sedangkan pengambilan pukul 00.30 WIB diperoleh indeks keanekaragaman 3,122745318
Hal ini berarti indeks keanekaragam yang tertinggi diperoleh pada pengambilan sampel pukul 18.30 WIB, dan indeks keanekaragaman terendah diperoleh pada pukul 22.30 WIB. Sedikitnya indeks keanekaragaman pada pengambilan sampel pada pukul 22.30 WIB ini dimungkinkan karena pada waktu ini sudah mendekati tengah malam sehingga kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban, oksigen, dan pH sudah berbeda dengan kondisi lingkungan antara pukul 18.30-20.30 WIB. Sehingga hanya jenis-jenis serangga tertentu saja yang muncul dan dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan tersebut. Fakta yang terjadi di lapangan tersebut sesuai dengan pernyataan Krebs (1985) dalam Widagdo (2002) bahwa waktu menekankan pentingnya peran semua parameter lingkungan seperti suhu, kelembapan, salinitas, oksigen, dan pH. Kemudian pernyataan tersebut diperkuat oleh Haddy (1984) dalam Irawan (1999) dijelaskan bahwa keanekaragaman komunitas ditandai oleh banyaknya spesies organisme yang membentuk komunitas tersebut, semakin banyak spesies makin tinggi keanekaragaman.
Kemerataan serangga malam di hutan pantai Triangulasi kawasan Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi. Dari hasil analisis data didapatkan bahwa untuk keempat waktu pengambilan yaitu pengambilan pukul 18.30 WIB, 20.30 WIB, 22.30 dan 00.30 WIB diperoleh indeks kemerataan yang hampir sama besarnya. Pada pengambiln pukul 18.30 WIB diperoleh indeks kemerataan sebesar 0,996784662, pengambilan pukul 20.30 WIB diperoleh kemerataan sebesar 0,903645733, pengambilan pukul 22.30 WIB indeks kemerataannya sebesar 0,904228439, sedangkan untuk pengambilan pada pukul 00.30 WIB diperoleh indeks kemerataan yang lebih besar yaitu sebesar 1,010256367. Tingginya indeks kemerataan pada pengambilan sampel pukul 00.00 WIB ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban oksigen, pH, dan cahaya sudah berbeda dengan kondisi lingkungan antara pukul 18.30-22.30 WIB. Sehingga banya jenis-jenis serangga tertentu yang muncul dan dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan di waktu tersebut. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Krebs (1985) dalam Widagdo (2002) bahwa waktu menekankan pentingnya peran semua parameter lingkungan seperti suhu, kelembaban, salinitas, oksigen, dan pH.
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh indeks kekayaan (R) tertinggi pada pengambilan sampel pukul 18.30 WIB yaitu sebesar 6,86399202, pada pengambilan pukul 20.30 WIB indeks kekayaannya sebesar 7,667476355, pengambilan pukul 22.30 WIB indeks kekayaan sebesar 4,984882081, dan pada pengambilan pukul 00.30 WIB indeks kekayaannya sebesar 6,524016813. Indeks kekayaan berkaitan dengan waktu aktif serangga malam, dimana pada pukul 18.30-20.30 WIB merupakan waktu aktif bagi serangga malam, sehingga jumlah serangga yang tertangkap lebih banyak daripada waktu-waktu pengambilan sampel yang lain. Kemungkinan yang lain bisa juga disebabkan oleh pengaruh kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban. Hal ini sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh Andayani (2001) dalam Widagdo (2002) bahwa hewan secara aktif akan berpindah dari lingkungan satu ke lingkungan lain apabila terjadi perubahan lingkungan sementara. Jadi dapat disimpulkan bahwa kelembaban dan suhu dapat mengontrol berbagai aktifitas hewan, seperti aktifitas bergerak dan makan.

5.3.       Waktu Aktif Serangga Malam di Kawasan Hutan Pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi
Dari hasil data di lapangan diketahui bahwa masing-masing serangga malam memiliki periode kemunculan yang tidak sama dari empat rentangan waktu pengambilan sampel. Menurut Irawan (1999) serangga malan merupakan golongan hewan yang menghabiskan sebagaian besar hidupnya untuk beraktifitas pada malam hari. Menurut Odum (1993) bahwa kelompok-kelompok organisme memperlihatkan pola kegiatan yang sinkron dalam satu daur siang sampai malam. Beberapa misalnya hanya aktif pada periode gelap (nocturnal) yang lainnya lagi hanya aktif selama periode senja.
Berdasarkan hasil analisis data, didapatkan hasil bahwa pengambilan sampel pada pukul 18.30 WIB jumlahnya sebesar 33, kemudian pada pengambilan pukul 20.30 WIB berjumlah 57, pengambilan pukul 22.30 WIB jumlahnya sebesar 37, dan pengambilan sampel pada pukul 00.30 WIB jumlahnya sebesar 25. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa waktu aktif serangga malam yaitu pada pukul 20.30 WIB dengan jumlah perolehan sampel paling tinggi jika dibandingkan dengan waktu pengambilan sampel yang lain. Pada waktu aktif ini berarti serangga aktif melakukan aktifitas hidupnya, seperti mencari makan, dimana aktifitas mencari makan juga sekaligus sebagai mekanisme untuk mempertahankan diri dari suhu yang rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irawan (1999) bahwa sebagai hewan berdarah dingin (poikilotermik) dimana suhu tubuh meningkat dan menurun berdasarkan suhu sekitar, serangga memiliki mekanisme pertahanan diri terhadap suhu rendah. Kemudian menurut Boror, dkk (1992) bahwa beberapa serangga tahan hidup pada suhu-suhu yang rendah ini, menyimpan etilen glikol di dalam jaringan mereka untuk melindungi diri dari pembekuan. Selain itu pencahayaan juga berpengaruh terhadap aktifitas dan tingkah laku hewan. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Sunjaya (1970) dalam Widagdo (2002) bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi hidup serangga, diantaranya adalah faktor fisis yaitu iklim dan topografi. Faktor fisis lainnya yang mempengaruhi aktifitas serangga adalah cahaya. Ada beberapa serangga yang terbang pada malam hari dan mereka hanya tertarik pada cahaya lampu.
Selain itu ada beberapa genus tertentu yang bisa ditemukan pada keempat waktu pengambilan, hal ini berarti bahwa hewan tersebut mempunyai waktu beraktifitas pada malam hari yang panjang sehingga kisaran untuk memperoleh peluang mencari makan juga besar dan juga berarti bahwa hewan tersebut bisa mempunyai kisaran toleransi untuk hidup juga besar.
5.4.        Dominansi Spesies Serangga Malam yang Ditemukan pada Tiap-Tiap Jam di Kawasan Hutan Pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi
Dari hasil analisis dominansi tiap jenis dapat diketahui bahwa pada pengambilan sampel pukul 18.30 WIB serangga malam yang mendominasi adalah Chalcidoidea sp. sebanyak 3 ekor. untuk pengambilan sampel pukul 20.30 WIB serangga malam yang mendominasi adalah Chalcidoidea sp. sebanyak 9 ekor. Pada pengambilan sampel pukul 22.30 WIB didominasi oleh Tachytes crassus dan Asaphes sp. sebanyak 6 ekor, sedangkan Tibicen sp. mendominasi waktu penganbilan sampel pukul 00.30 WIB.
Dari data tersebut di atas dapat diketahui bahwa serangga malam yang paling mendominasi kawasan hutan pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi pada tiap-tiap waktu pengambilan sampel adalah spesies Chalcidoidea sp.



BAB VI
PENUTUP

6.1.            Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat dipaparkan kesimpulan dalam penelitian ini :
1.      Jenis-jenis serangga malam yang dapat ditemukan di Kawasan Hutan Pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi terdiri dari banyak spesies dan berasal dari genus yang bervariasi. Hal ini berkaitan dengan kondisi lingkungan, baik itu berupa fakor abiotik maupun biotik. Faktor abiotik diantaranya adalah suhu, kelembaban, pH, dan juga cahaya. Sedangkan faktor biotik adalah sumber makanan yang berupa tumbuhan maupun serangga yang lain.
2.      Keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan serangga malam di kawasan  Hutan Pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi diperoleh kecenderungan rata-rata nilai indeks keanekaragaman yang hampir sama pada ketiga waktu pengambilan, indeks keanekaragaman tertinggi pukul 18.30 WIB sebesar 3,208526051, dan indeks keanekaragaman terendah pukul 22.30 WIB diperoleh indeks sebesar 2,662445463. Kemerataan serangga malam diperoleh indeks kemerataan yang hampir sama besarnya, pukul 20.30 WIB diperoleh kemerataanpaling rendah sebesar 0,903645733 dan  00.30 WIB diperoleh indeks kemerataan yang paling besar yaitu sebesar 1,010256367. Kekayaan serangga malam didapatkan dari nilai indeks kekayaan (R) tertinggi didapatkan pada pengambilan pukul 20.30 WIB dengan indeks kekayaannya sebesar 7,667476355,  dan pada pukul 22.30 WIB indeks kekayaan terendah dengan nilai 4,984882081. Hal ini berkaitan dengan waktu aktif serangga malam, dimana pada pukul 19.00-21.00 WIB merupakan waktu aktif bagi serangga malam, sehingga jumlah serangga yang tertangkap lebih banyak daripada waktu-waktu pengambilan sampel yang lain, selain itu bisa juga dimungkinkan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban.
3.      Waktu aktif serangga malam di Kawasan Hutan Pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi memiliki periode kemunculan yang tidak sama dari empat rentangan waktu pengambilan sampel. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui waktu aktif serangga malam yaitu pada pukul  20.30 WIB berjumlah 57 organisme dengan jumlah perolehan sampel paling tinggi jika dibandingkan dengan waktu-waktu pengambilan sampel yang lain. Pada waktu ini berarti serangga aktif melakukan aktifitas hidupnya, seperti mencari makan, sekaligus merupakan mekanisme untuk mempertahankan diri dari suhu yang ekstrim. 
4.      Dominansi spesies serangga malam yang ditemukan pada tiap-tiap jam di Kawasan Hutan Pantai Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi dapat diketahui bahwa serangga malam yang paling mendominasi adalah spesies Chalcidoidea sp.

6.2.       Saran
1.        Sebaiknya pengambilan data untuk faktor abiotik (suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya) bisa lebih teliti dan lebih diperhatikan.
2.        Untuk kompilasi data kelas sebaiknya dilakukan lebih awal agar bisa memperlancar penyelesaian laporan.
3.      Diperlukan kerja sama dari para asisten supaya pembuatan laporan dapat berjalan dengan lancar dan tidak terjadi kerancuan.



DAFTAR PUSTAKA

Arisandi, P. 1999. Studi Struktur Komunitas dan Keanekaragaman Mangrove Berdasarkan Tipe Perubahan Garis Pantai di Pantai Utara Jawa Timur. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.
Borror, T., J. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi Keenam. Terjemahan oleh Soetiyono P. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Dharmawan, A., Ibrohim, Tuwarita, H., Suwono, H., Susanto, P. 2005. Ekologi Hewan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Irawan, K.F. 1999. Kemelimpahan dan Keanekaragaman Serangga Malam di Hutan Pantai Kawasan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: IKIP
  Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahyono. Yogyakarta: UGM
Syafei, E. S. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: ITB
  Widagdo, K. 2002. Keanekaragaman Serangga Malam pada Berbagai Ketinggian di Gunung Arjuna. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: UM

Komentar

  1. informasinya sangat bermanfaat sekali

    BalasHapus
  2. Good job asa.. mungkin akan lebih baik lagi jika ditambahkan lampiran waktu praktikum 👍💕

    BalasHapus
  3. Nice info gan.maksih infonya

    BalasHapus
  4. selamat telah mengikuti kegiatan KKL di TN Alas Purwo

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

relung multidimensi

The difference features of ectoterm and endoterm animal

analisis jurnal